Adalah
sebuah hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa sinyalemen yang pernah dilontarkan
Alvin Toffler akan terjadinya pergeseran dari masyarakat industri menjadi
masyarakat informasi kini telah menjadi kenyataan.
Sebuah
komunitas baru di masyarakat yang begitu getol memburu informasi (e-community)
telah hadir dengan ciri khas tersendiri. Dalam waktu 24 jam sehari, yang
sepertinya masih kurang, komunitas ini memburu sekian juta informasi yang
setiap saat siap untuk di up-date. Mereka memiliki kesempatan untuk saling
berbagi begitu banyak informasi di jagat raya bumi ini melalui sebuah jejaring
maya yang dikenal sebagai internet.
Fenomena ini begitu besar pengaruhnya, hingga kemudian muncul sebuah
paradigma baru bernama new economy. Dalam artian yang
sederhana, ekonomi baru adalah sebuah istilah yang merefleksikan berbagai macam
aktivitas dengan basis internet. Dengan term-term
e(electronic)-things-nya, ekonomi baru memunculkan banyak istilah di masyarakat
seperti e-commerce, e-business, e-banking, dan lain sebagainya.
Don
Tapscot, penulis The Digital Economy yang dijuluki Wakil Presiden Amerika Al
Gore sebagai salah satu maha guru cyber, mengatakan bahwa perubahan fenomena
bisnis yang terjadi pada saat sekarang ini membawa konsekuensi logis yang
mengharuskan berbagai macam akivitas mau tidak mau bergabung dalam bisnis di
internet.
Salah
satu fenomena yang bisa membuktikan adalah banyaknya para pebisnis yang
berlomba-lomba terjun di bisnis berbasis internet dan TI (teknologi informasi)
atau -- meminjam istilah Benoit Marchal -- migratingto e-commerce.
Di
Amerika, kita bisa melihat banyak perusahaan old-company yang mulai melirik
dunia web seperti Sears (sears.com), Procter & Gamble (reflect.com), Barnes
& Noble (barnesandnoble.com), Amazon (amazon.com) dan lain sebagainya.
Bahkan raja hiburan Time Warner yang berkiprah sejak tahun 1925 dengan total
pendapatan sebesar US$ 23 miliar bersedia merger dengan America Online (AOL)
yang baru berdiri pada tahun 1985 dengan pendapatan per tahun yang hanya US$ 5,
2 miliar.
Di
tanah air, kita juga menyaksikan perusahaan-perusahaan old-company yang
melakukan hal serupa. Selain itu, banyak pula bermunculan perusahaan-perusahaan
baru (start up) yang menggelar bisnis berbasis internet dan TI. Untuk media,
Detik.com bisa memberi contoh kesuksesan bagaimana sebuah situs web bisa
menghasilkan uang dari para pemasang iklan.
Menjadi Kaya dari Dunia Maya
Yang
lebih fenomenal, banyak individu dan perusahaan kecil yang sebelumnya bukan
siapa-siapa mampu menghasilkan keuntungan melebihi yang bisa diperoleh
perusahaan-perusahaan besar kelas dunia yang dibangun dengan modal jutaan
dolar.
Bahkan
di saat banyak perusahaan besar menjadi bangkrut, banyak bisnis start-up yang
justru tumbuh pesat. Dan percayakan
Anda, jika banyak bisnis yang sukses tersebut dibangun dari dunia maya ?
Mari
kita lihat faktanya : disaat Citigroup Inc, Merril Lynch & Co, UBS AB,
Deutsche Bank dan banyak perusahaan-perusahaan kelas dunia lain memberitakan
bahwa di awal tahun (2008) ini mereka sedang menanggung banyak kerugian, dua
bisnis maya Google dan Yahoo! justru mampu menangguk untung. Google bahkan
dinobatkan oleh lembaga survei dan konsultan Millward Brown sebagai merek
paling kuat sejagad dengan nilai merek senilai US$ 86,1 miliar.
Sergey
Brin dan Larry Page bukanlah ‘siapa-siapa’ saat orang-orang kaya semacam Warren
Buffet atau Donald Trumph sudah menjadi orang kaya kelas dunia. Namun sekarang,
mereka mampu menjadi bagian dari orang-orang kaya dunia dengan dengan kekayaan
masing-masing US$16,6 miliar atau Rp 152,3 triliun. Sebagaimana dilansir
majalah Forbes, peringkat kekayaan kedua pendiri Google ini menduduki posisi 26
orang-orang terkaya.
Meski ‘tidak sebaik’ Sergey Brin dan Larry Page, Yang Chih-yuan atau
Jerry Yang pemilik Yahoo! juga berhasil menghimpun kekayaan US$2,2 miliar atau
sekitar Rp 20 triliun. Hobi berselancarnya di internet
telah membuat jebolan master Universitas Standford ini menjadi orang kaya
ke-432 versi majalah Forbes.
Tokoh fenomenal lain adalah Jack Ma yang merintis Alibaba.com dengan
modal US$ 60.000 pada Maret 1999. Meski baru mengenal internet tahun 1995 saat berada di Seattle, AS,
kini ia sudah menjadi orang kaya baru di China dengan mesin uang bernama
internet sebagai medianya. Yahoo! bahkan baru saja menanamkan dana sebesar US$ 1 miliar untuk ditukar dengan 40% saham Alibaba.
Pemilik Facebook.com dan YouTube.com juga bisa menjadi bukti bahwa
internet bisa menjadikan sebuah ’ide liar’ menjadi mesin uang bagi mereka yang
jeli melihat peluang.
Meski tidak bisa dipungkiri bahwa semenjak booming dotcom banyak bisnis
online yang tumbang, fakta masih membuktikan bahwa dunia maya dengan segala
pernak-pernik di dalamnya masih menyimpan banyak ‘misteri’ yang tersembunyi dan
belum tergali.
Jika sering menjelajah internet, Anda juga bisa menjumpai banyak anak
muda di negeri ini yang sudah menjalankan bisnis melalui internet. Dengan
bermodal situs atau bahkan blog gratisan, mereka menjual apa pun yang bisa
dijual.
Salah satu yang mendorong suburnya bisnis melalui internet adalah
murahnya modal yang diperlukan untuk memiliki sebuah domain. Saat ini, Anda
bisa memiliki ‘toko’ di internet dengan sebuah domain dot com yang berharga
tidak lebih dari seratus ribu rupiah plus hosting di bawah lima ribu
rupiah. Bahkan, script untuk memiliki
sebuah toko online juga bisa didapatkan secara gratis seperti yang bisa diunduh
dari Oscommerce.com.
Bandingkan jika Anda mendirikan toko di pinggir jalan atau bahkan
gerobak dorong sekalipun, tentu modal yang diperlukan lebih dari setengah juta
rupiah.
Terlepas dari adanya kenyataan bahwa ada banyak bisnis online yang gagal bertahan, perkembangan
dunia maya yang sedemikian pesat tersebut sempat memunculkan anggapan bahwa
ekonomi baru dengan e-commerce-nya bakal menciptakan mesin uang bagi
pemiliknya.
Menurut Sawidji Widoatmodjo, paling tidak ada 10 bisnis yang akan
menjadi mesin uang di masa yang akan datang yaitu e-budget, bisnis suara,
software, privacy, transmisi data, iklan rumah dan mobil, server, wireless
e-mail, internet content dan solusi.
Jika perkiraan ini benar, maka sudah saatnya bagi siapa saja untuk
mulai menengok internet sebagai media bisnis atau bahkan pekerjaan.
Dan hebatnya, bisnis atau pekerjaan melalui internet bisa dilakukan tanpa harus memiliki kantor dan pegawai.
Ini artinya, biaya yang harus
dikeluarkan juga tidak sebesar bisnis konvensional lain. Cukup dengan komputer
atau PDA yang connect dengan internet, aktivitas bisnis sudah bisa dilakukan.
Semacam inilah fenomena yang dimaksudkan pakar manajemen Peter Drucker
dalam bukunya Post Capitalist-Society
(1994). Pada era ini, untuk mendirikan perusahaan -- utamanya jasa – tidak lagi
diperlukan modal besar dan banyak pekerja. Bermodal handphone atau notebook,
bisnis bisa dilakukan hanya dengan koneksi internet.
Mari kita bayangkan contoh sederhana berikut : seorang penjual software
membuat sebuah toko online dengan membeli domain plus hosting dengan biaya
tidak lebih dari yang harus dikeluarkan untuk membuat gerobak dorong. Saat ada
pengunjung yang tertarik membeli, si pembeli akan mengisi form pemesanan dan
melakukan transfer ke rekening bank atau internet account (paypal, e-gold,
2checkout, dll) milik si penjual. Dengan sistem mobile banking, si penjual akan
mendapatkan informasi melalui sms bahwa ada kiriman uang untuknya. Setelah di
cek kebenarannya melalui internet banking, si penjual tinggal meng-aktif-kan
status order si pembeli. Saat itu juga, si pembeli
sudah bisa men-download software yang dia pesan. Selesai.
Well, jika bisnis dilakukan dengan cara
semacam itu, bukankah akan ada banyak penghematan ? Bayangkan berapa
penghematan yang bisa didapatkan dari Amazon. Mereka tidak memiliki toko buku
dalam bentuk fisik, namun mampu menjadi toko buku online terbesar di dunia.
Contoh diatas barangkali terlalu sederhana untuk dijadikan pemisalan.
Namun kenyataannya, sudah ada ribuan orang yang melakukannya.
Cobalah melakukan browsing maka Anda akan menemukan ‘industri ebook’
dimana banyak orang dengan modal minimal menjual produk informasi dalam bentuk
e-(electronic)book sebagai contohnya. Mereka menjual produk informasi dengan
biaya produksi nyaris nol karena informasi tersebut dijual bukan dalam bentuk
print edition, namun berupa file dalam format pdf atau exe.
Selain produk digital yang laris manis dijual melalui internet, para
penjual jasa juga banyak yang mendapatkan keuntungan nyata dari dunia maya.
Ken
Calhoun - dengan DaytradingUniversity.com mampu membukukan penghasilan $300,000
per tahun. Robert Clark – pemilik website investigasi yang mampu menghasilkan
laba $250,000 per tahun. Preston Reuther – penghasilan $50,000 per bulan dengan
membimbing orang membuat perhiasan dari rumah melalui Wire Sculpture. Michael Webb –
mendapatkan $8,000 per bulan dengan memberi nasihat relationship melalui
Theromantic dot com.
Fakta bahwa pegiat citizen media atau blogger bisa meraup uang dari
internet barangkali juga bisa menguatkan pendapat ini. Nick Denton, pengelola
Gawker Media, meraup ribuan dollar per bulan dengan hanya menjual ruang iklan
di blog-nya. Henry Copeland, founder
BlogAds.com, mengatakan bahwa seorang blogger bisa mengantongi $2,000 sampai
$10,000 per bulan dari iklan yang ditempatkan di blognya. Dalam
periode waktu tertentu, pendapatan yang bisa diperoleh bahkan bisa lebih. Ken
Layne dari Wonkotte.com, blog gosip politik milik Gawker Media, menyebutkan
pendapatan blogger yang berkisar antara $20,000 sampai $30,000 per bulan semasa
masa kampanye.
Inilah ‘the hidden money’ yang sudah saatnya Anda juga bisa peroleh
dari internet dengan cara mudah, simpel dan punya potensi untuk terus
berkembang -- karena pengguna internet juga pasti akan semakin banyak.
Maka jika kita lihat semakin bertambahnya jumlah penduduk dunia yang
melek internet, menjadi terlalu sayang untuk membiarkan begitu saja besarnya
peluang yang bisa dimanfaatkan.
Sampai dengan akhir tahun 2007, pengguna internet di seluruh dunia
mencapai angka 1,114 miliar dengan populasi terbesar dari kawasan Asia. China
menduduki peringkat pertama (200 juta pengguna) diikuti Amerika Serikat (135
juta pengguna) dan Jepang (86,3 juta pengguna). Sedangkan jumlah pengguna
internet di Indonesia menurut data dari APJII baru mencapai 25 juta atau hanya
9% dari total penduduk.
Jutaan penduduk dunia ini adalah pasar global yang sangat mungkin
disasar dengan hanya memanfaatkan akses internet.
Masih banyak harta karun terpendam yang belum tergali. Dan jika ada
begitu banyak peluang nyata yang bisa dihasilkan dari dunia maya, bukankah
setiap orang juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkannya ?